Lari yaitu salah satu jenis olahraga yang bagus untuk kesehatan, di antaranya meminimalisir tekanan darah tinggi, mempertahankan kadar kolesterol tubuh, dan menjaga kesehatan jantung. Bagi Anda yang mudah badmood, olahraga lari mampu menjadi opsi yang sesuai untuk membantu meningkatkan situasi hati Anda.
Anda mungkin sering mendengar hal-hal seputar olahraga lari yang menciptakan Anda gundah, apakah sekadar mitos atau memang sebuah fakta. Tenang, artikel berikut ini akan mengupas tuntas mitos wacana olahraga lari yang tak perlu Anda yakin lagi.
Beragam mitos wacana olahraga lari yang ternyata salah besar
Banyak orang yang meyakini bahwa pemanasan harus dijalankan sebelum mengawali olahraga, tergolong lari. Pada dasarnya, olahraga lari memang memerlukan pemanasan untuk meregangkan otot-otot badan. Namun, Tamra Llewellyn, tangan kanan profesor kesehatan di University of Nebraska, mengungkap kepada Livestrong bahwa tidak semua lari membutuhan pemanasan.
Misalnya saja, jika Anda hanya ingin jogging atau lari dengan intensitas yang lebih lambat, tidak problem untuk melewatkan peregangan. Namun, jika Anda ingin lari dengan intensitas yang lebih singkat, jogging selama beberapa saat sudah cukup menjadi pemanasan sebelum mulai lari.
Anda mungkin pernah mendengar kalau berlari tanpa alas kaki lebih sehat daripada pakai sepatu olahraga. Katanya, sih, lari dengan kaki telanjang mampu menawarkan sensasi refleksi secara alami saat menyentuh tanah secara eksklusif.
Namun nyatanya, lari tanpa bantalan kaki justru dapat mengembangkan risiko cedera. Pasalnya, Anda mungkin tidak menyadari apa saja yang sudah Anda injak selama berlari. Mungkin saja ada penggalan beling atau benda tajam lainnya yang mampu melukai kaki Anda.
Selain itu, lari tanpa memakai sepatu justru menawarkan tekanan berlebih pada otot dan sendi kaki. Maka itu, seharusnya gunakan sepatu lari yang memberikan kenyamanan dan sumbangan untuk kaki Anda.
Bagi Anda yang sedang memburu sasaran mengkremasi kalori, Anda mungkin terobsesi untuk lari saban hari untuk menerima hasil yang cepat dan maksimal. Namun nyatanya, hal ini hanyalah sekadar mitos belaka.
Olahraga apa pun yang Anda lakukan, Anda tetap memerlukan waktu istirahat untuk menormalkan kembali otot-otot badan yang bekerja. Pelari pemula sampai menengah justru akan mendapatkan hasil yang lebih maksimal jika lari dijalankan sebanyak dua sampai tiga kali sepekan selama 20 menit sehari.
Ingat, seberapa lama Anda mesti lari dan istirahat tergantung seberapa besar kemampuan tubuh Anda masing-masing.
Salah satu mitos ihwal olahraga lari yang tidak terbukti yakni menimbulkan masalah pada lutut. Ini alasannya banyak orang berasumsi jikalau olahraga lari menunjukkan tekanan berlebih pada kaki sehingga mampu mengakibatkan cedera lutut.
Faktanya, sebuah penelitian menawarkan bahwa tulang dan ligamen badan justru kian berpengaruh dan lebih padat dengan berkala lari. Selama Anda memiliki kondisi lutut yang wajar dan berat tubuh yang sehat, maka berlari tidak akan memperlihatkan dampak buruk pada lutut Anda.
Lain halnya jikalau Anda mengalami masalah osteoarthritis dan berat tubuh berlebih, Anda tidak diusulkan untuk berlari secara terus-menerus. Konsultasikan dengan dokter sebelum memulai olahraga lari.
Ketika Anda sedang berlari, Anda mungkin sering merasakan kram kaki. Kalau Anda berpikir hal ini disebabkan alasannya adalah kehilangan cairan tubuh dan kelemahan elektrolit dalam badan, maka Anda salah besar.
Natrium dan kalium ialah dua jenis elektrolit yang penting untuk menjaga kesehatan fisik selama lari. Namun, hadirnya kram kaki bukan disebabkan alasannya kekurangan cairan tubuh atau kekurangan dua elektrolit tersebut.
Pada sebuah observasi yang diterbitkan dalam British Journal of Sports Medicine tahun 2011, peneliti membandingkan tingkat elektrolit dan hidrasi pada dua kalangan triathlon, ialah peserta yang mengalami kram kaki dan tidak. Hasilnya, para mahir tidak menemukan adanya kekerabatan yang signifikan antara kejadian kram dengan dehidrasi atau kehilangan elektrolit pada pelari.
Banyak orang yang bilang jika olahraga lari hanya cocok untuk anak muda saja. Ya, ini sebab anak muda mempunyai stamina yang lebih prima sehingga lebih mudah untuk melaksanakan olahraga lari.
Padahal, lari ialah olahraga yang bisa dikerjakan oleh siapa saja. Memang, fungsi organ tubuh, otot, dan tulang akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Namun, usia semestinya tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk berupaya tetap sehat dengan olahraga lari.
Bahkan, orang remaja yang berkala olahraga lari akan merasa berjiwa muda dan lebih bugar. Alhasil, paras justru tampaklebih segar dan abadi muda.
Anda mungkin sering mendengar hal-hal seputar olahraga lari yang menciptakan Anda gundah, apakah sekadar mitos atau memang sebuah fakta. Tenang, artikel berikut ini akan mengupas tuntas mitos wacana olahraga lari yang tak perlu Anda yakin lagi.
Beragam mitos wacana olahraga lari yang ternyata salah besar
Mitos 1 : Harus pemanasan dahulu sebelum lari
Banyak orang yang meyakini bahwa pemanasan harus dijalankan sebelum mengawali olahraga, tergolong lari. Pada dasarnya, olahraga lari memang memerlukan pemanasan untuk meregangkan otot-otot badan. Namun, Tamra Llewellyn, tangan kanan profesor kesehatan di University of Nebraska, mengungkap kepada Livestrong bahwa tidak semua lari membutuhan pemanasan.
Misalnya saja, jika Anda hanya ingin jogging atau lari dengan intensitas yang lebih lambat, tidak problem untuk melewatkan peregangan. Namun, jika Anda ingin lari dengan intensitas yang lebih singkat, jogging selama beberapa saat sudah cukup menjadi pemanasan sebelum mulai lari.
Mitos 2 : Lari tanpa alas kaki dapat menghemat risiko cedera
Anda mungkin pernah mendengar kalau berlari tanpa alas kaki lebih sehat daripada pakai sepatu olahraga. Katanya, sih, lari dengan kaki telanjang mampu menawarkan sensasi refleksi secara alami saat menyentuh tanah secara eksklusif.
Namun nyatanya, lari tanpa bantalan kaki justru dapat mengembangkan risiko cedera. Pasalnya, Anda mungkin tidak menyadari apa saja yang sudah Anda injak selama berlari. Mungkin saja ada penggalan beling atau benda tajam lainnya yang mampu melukai kaki Anda.
Selain itu, lari tanpa memakai sepatu justru menawarkan tekanan berlebih pada otot dan sendi kaki. Maka itu, seharusnya gunakan sepatu lari yang memberikan kenyamanan dan sumbangan untuk kaki Anda.
Mitos 3 : Lari mesti dikerjakan setiap hari semoga karenanya maksimal
Bagi Anda yang sedang memburu sasaran mengkremasi kalori, Anda mungkin terobsesi untuk lari saban hari untuk menerima hasil yang cepat dan maksimal. Namun nyatanya, hal ini hanyalah sekadar mitos belaka.
Olahraga apa pun yang Anda lakukan, Anda tetap memerlukan waktu istirahat untuk menormalkan kembali otot-otot badan yang bekerja. Pelari pemula sampai menengah justru akan mendapatkan hasil yang lebih maksimal jika lari dijalankan sebanyak dua sampai tiga kali sepekan selama 20 menit sehari.
Ingat, seberapa lama Anda mesti lari dan istirahat tergantung seberapa besar kemampuan tubuh Anda masing-masing.
Mitos 4 : Olahraga lari tidak baik untuk kesehatan lutut
Salah satu mitos ihwal olahraga lari yang tidak terbukti yakni menimbulkan masalah pada lutut. Ini alasannya banyak orang berasumsi jikalau olahraga lari menunjukkan tekanan berlebih pada kaki sehingga mampu mengakibatkan cedera lutut.
Faktanya, sebuah penelitian menawarkan bahwa tulang dan ligamen badan justru kian berpengaruh dan lebih padat dengan berkala lari. Selama Anda memiliki kondisi lutut yang wajar dan berat tubuh yang sehat, maka berlari tidak akan memperlihatkan dampak buruk pada lutut Anda.
Lain halnya jikalau Anda mengalami masalah osteoarthritis dan berat tubuh berlebih, Anda tidak diusulkan untuk berlari secara terus-menerus. Konsultasikan dengan dokter sebelum memulai olahraga lari.
Mitos 5 : Kaki kram disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh dan kekurangan elektrolit
Ketika Anda sedang berlari, Anda mungkin sering merasakan kram kaki. Kalau Anda berpikir hal ini disebabkan alasannya adalah kehilangan cairan tubuh dan kelemahan elektrolit dalam badan, maka Anda salah besar.
Natrium dan kalium ialah dua jenis elektrolit yang penting untuk menjaga kesehatan fisik selama lari. Namun, hadirnya kram kaki bukan disebabkan alasannya kekurangan cairan tubuh atau kekurangan dua elektrolit tersebut.
Pada sebuah observasi yang diterbitkan dalam British Journal of Sports Medicine tahun 2011, peneliti membandingkan tingkat elektrolit dan hidrasi pada dua kalangan triathlon, ialah peserta yang mengalami kram kaki dan tidak. Hasilnya, para mahir tidak menemukan adanya kekerabatan yang signifikan antara kejadian kram dengan dehidrasi atau kehilangan elektrolit pada pelari.
Mitos 6 : Olahraga lari hanya untuk anak muda yang sehat saja
Banyak orang yang bilang jika olahraga lari hanya cocok untuk anak muda saja. Ya, ini sebab anak muda mempunyai stamina yang lebih prima sehingga lebih mudah untuk melaksanakan olahraga lari.
Padahal, lari ialah olahraga yang bisa dikerjakan oleh siapa saja. Memang, fungsi organ tubuh, otot, dan tulang akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Namun, usia semestinya tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk berupaya tetap sehat dengan olahraga lari.
Bahkan, orang remaja yang berkala olahraga lari akan merasa berjiwa muda dan lebih bugar. Alhasil, paras justru tampaklebih segar dan abadi muda.
.jpg)
